SULTRA PERDETIK, – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah dihadapkan pada kontroversi serius terkait bantuan kepada para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Kendari.
Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara telah mengungkapkan dugaan harapan palsu (PHP) yang dialami oleh puluhan pelaku UMKM yang telah berupaya untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara, Hendro Nilopo, mengungkapkan bahwa sejak Januari 2023, pihak Bank Indonesia Perwakilan Sultra telah berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada para pelaku UMKM di Kota Kendari.
Namun, hingga saat ini, janji tersebut belum juga terpenuhi oleh pihak bank.
Program bantuan UMKM yang seharusnya direalisasikan pada tahun 2022 belum terealisasi, meskipun puluhan pelaku UMKM telah melakukan proses pengajuan dan survei usaha mereka bersama pihak Bank BI Sultra.
Banyak pelaku UMKM merasa kecewa dengan kondisi ini karena mereka telah berharap besar pada bantuan yang dijanjikan oleh Bank Indonesia Perwakilan Sultra.
Mereka dengan sungguh-sungguh telah menyiapkan berkas-berkas dan berjuang keras dalam mengurus proses pengajuan, namun kenyataannya adalah janji bantuan tersebut belum juga terealisasi.
Hendro Nilopo mendesak pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Tenggara untuk segera memenuhi komitmen yang telah dijanjikan kepada para pelaku UMKM.
Dia berpendapat bahwa situasi ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap Bank Indonesia jika janji-janji tersebut tidak dipenuhi.
Terlebih lagi, pihak Bank Indonesia Perwakilan Sultra sebelumnya telah mengumumkan komitmen mereka untuk membantu pelaku UMKM di media online.
Masalah ini tidak dapat dianggap sepele dan melibatkan pihak lain selain Bank Indonesia.
Pemerintah Kota Kendari dan pihak terkait lainnya juga harus berpartisipasi aktif dalam membantu para pelaku UMKM untuk mendapatkan hak-hak yang telah dijanjikan oleh Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sultra.
Isu ini juga menyiratkan indikasi korupsi yang memerlukan perhatian serius dari Aparat Pemegang Hukum (APH).
Adanya ketakutan bahwa anggaran bantuan telah dicairkan namun tidak tepat sasaran, harus ditindaklanjuti secara menyeluruh oleh APH.
Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah pencairan bantuan untuk puluhan pelaku UMKM berkisar antara 10 juta hingga 100 juta rupiah per orang.
“Data ini menjadi bukti penting dalam mengungkapkan dimensi kasus yang lebih dalam,” tegas Hendro. (Red)
Harusnya dilengkapi dengan data kuantitatif yang akurat agar tidak terkesan operasi LSM “Amplop”.