Mereka bukan hanya sekadar menggelar demonstrasi biasa, namun membawa pesan kuat yang mendesak Kejaksaan Agung RI untuk mengambil tindakan segera.
Apa yang membuat mereka bergelombang dengan semangat dan tekad yang luar biasa?
Ini adalah cerita tentang ketidakadilan, korupsi, dan keberanian dalam menghadapi kejahatan besar yang merongrong keadilan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk, di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut).
Dalam seruan mereka, pemuda dan mahasiswa bersatu menginstruksikan Kejati Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa tiga eks kepala Syahbandar Molawe yang berinisial AW, LW, AFP.
Mereka memiliki alasan yang kuat untuk mempertanyakan kenapa hingga saat ini belum ada satu pun dari ketiga eks kepala Syahbandar tersebut yang diperiksa oleh Kejati Sultra atas dugaan keterlibatan dalam korupsi PT Antam Konut.
Penanggung Jawab Aksi demonstrasi, Ujang Hermawan, memaparkan bahwa penanganan kasus korupsi di WIUP PT Antam terkesan tebang pilih.
Mereka meyakini bahwa ke-3 eks kepala Syahbandar tersebut memiliki peran kunci dalam keluarnya Ore Nikel ilegal dari dalam WIUP PT Antam.
Syahbandar KUPP Kelas 1 Molawe, sebagai pemegang otoritas dan pengawasan pelabuhan dan pelayaran, diduga memiliki peran utama dalam kasus ini.
Namun, sorotan mereka tak hanya pada tiga eks kepala Syahbandar.
Mereka juga melaporkan Kepala Syahbandar KUPP Kelas 1 Molawe dan dua pegawai Syahbandar berinisial BL dan SURIN atas dugaan pungutan liar (Pungli) atau biaya koordinasi dalam penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB) di wilayah kerja KUPP Kelas 1 Molawe Konawe Utara.
Arnol Ibnu Rasyid menambahkan, dalam penegakan hukum kasus korupsi PT Antam Konut seharusnya berjalan dari hulu ke hilir, tanpa tebang pilih.
Kejati Sultra belum memeriksa instansi yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan izin keluarnya nikel dari IUP PT Antam.
Oleh karena itu, mereka meminta Kejaksaan Agung RI untuk segera mengambil alih kinerja Kejati Sultra, karena merasa ada tanda-tanda ketidakadilan dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi penjualan nikel dari WIUP PT Antam.
Tak hanya itu, mereka juga mendesak Kejaksaan Agung RI untuk memanggil dan memeriksa 3 eks Kepala Syahbandar Kelas I Molawe, yaitu WA, LW, AFP, serta dua oknum pegawai Syahbandar BL dan SURIN yang diduga memiliki peran penting dalam pusaran kasus korupsi pertambangan di WIUP PT Antam Konut.
Tentu saja, ini bukanlah cerita tunggal. Di tempat terpisah, ratusan massa yang tergabung dalam Lembaga Pemantau Penegakan Hukum (LPPH) serta Gerakan Persatuan Mahasiswa Indonesia (GPMI) juga bergerak.
Mereka menuntut Kejati Sultra untuk segera memanggil dan memeriksa pihak Syahbandar Molawe atas dugaan keterlibatannya dalam kasus tindak pidana korupsi yang sama di WIUP PT Antam.
Semua ini adalah bukti bahwa semangat keadilan dan kejujuran masih menyala dalam diri pemuda dan mahasiswa Indonesia.
Mereka bersatu melawan korupsi, meminta penegakan hukum yang adil, dan menuntut agar tidak ada lagi tebang pilih dalam mengungkap pelaku tindak pidana korupsi.
Demonstrasi ini adalah suara mereka yang tidak akan diam dalam mengawal keadilan di Sulawesi Tenggara. (Red)