SULTRA PERDETIK, -Situasi Konawe Utara semakin memanas saat aksi unjuk rasa Gerakan Rakyat Konut Menggugat menuntut PT. Antam untuk membuka kembali aktivitas pertambangan di Blok Mandiodo dan memberdayakan pengusaha lokal. Bentrokan antara massa dan aparat keamanan terjadi, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang semakin serius.
Sebanyak 375 personel gabungan dari Kepolisian Resor Konawe Utara, Batalyon Komando (Brimob) Polda Sultra, dan Ditsamapta Polda Sultra dikerahkan untuk mengamankan aksi unjuk rasa tersebut. Namun, ketegangan memuncak ketika sekitar 500 massa berusaha memaksa masuk ke kantor PT. Antam dengan kekerasan, mengakibatkan bentrokan hebat antara massa dan aparat keamanan.
Dalam kejadian tersebut, tujuh personel dari Polres Konawe Utara dan BKO Brimob Polda Sultra dilaporkan mengalami luka-luka akibat lemparan batu yang dilakukan oleh massa yang menjadi anarkis. Dua pos jaga PT. Antam juga dilaporkan mengalami kebakaran, meningkatkan tingkat kerusakan dalam insiden tersebut.
Konflik pertambangan di Konawe Utara bukanlah hal baru. Wilayah ini telah lama menjadi pusat perhatian dan sumber konflik antara kepentingan industri pertambangan dan aspirasi masyarakat lokal. Protes terhadap PT. Antam, perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah ini, seringkali terkait dengan klaim bahwa hak-hak masyarakat tidak terpenuhi dan keuntungan ekonomi tidak dirasakan secara adil.
Sementara massa dari Gerakan Rakyat Konut Menggugat menuntut pembukaan kembali blok pertambangan dan memberdayakan pengusaha lokal, PT. Antam berpendapat bahwa kegiatan pertambangan memerlukan pemenuhan persyaratan teknis, lingkungan, dan perizinan yang kompleks. Mereka menekankan perlunya koordinasi yang matang dengan berbagai pihak terkait sebelum pembukaan kembali aktivitas pertambangan dapat dipertimbangkan.
Kepolisian dan perwakilan PT. Antam telah melakukan mediasi dengan para koordinator lapangan dari Gerakan Rakyat Konut Menggugat. Saat ini, massa diperbolehkan memasuki kantor PT. Antam dengan syarat untuk tidak melakukan tindakan anarkis atau kekerasan. Namun, situasi masih tegang, dengan massa yang bertahan di sekitar kantor PT. Antam dan berencana melaksanakan aksi yang lebih besar di Blok Tapunopaka hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Konflik pertambangan di Konawe Utara mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh banyak wilayah di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam.
Pertanyaan mengenai partisipasi masyarakat, tanggung jawab sosial perusahaan, dan dampak lingkungan semakin relevan. Dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, dialog terbuka dan langkah-langkah konstruktif antara semua pihak terlibat menjadi kunci untuk mengatasi konflik yang semakin serius ini. (Red)