SULTRA PERDETIK, – Pemerintah dan penegak hukum di Kota Kendari mendapat sorotan tajam atas kegagalan penyelidikan kasus penambangan pasir ilegal di Kelurahan Nambo.
Situasi ini menggambarkan pribahasa “bagai ayam kena kepala,” di mana pihak berwenang terlihat tidak mampu mengambil tindakan apa pun terkait masalah ini.
Kasus penambangan pasir Nambo, yang dilakukan oleh PT Nusantara Ekonomi Terutama (NET) tanpa izin, telah menjadi perhatian utama masyarakat sejak beberapa waktu lalu.
Pada awal pemerintahan Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari dan jajarannya, mereka terlihat bersemangat dalam menangani masalah ini. Bahkan, mereka melakukan tinjauan lapangan bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepolisian Resort Kota Kendari (Polresta Kendari).
Namun, sampai saat ini, belum ada kesimpulan atau tindakan konkret yang diambil. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari juga belum mengeluarkan rekomendasi atau solusi yang memadai terkait masalah ini.
Melansir laporan dari Sorotsultra.com, PT Nusantara Ekonomi Terutama (NET) adalah perusahaan yang melakukan penambangan pasir Nambo tanpa izin.
Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama CV Echal dan telah melakukan penambangan secara ilegal tanpa batasan dan pertanggungjawaban yang jelas.
Pemerintah Kota Kendari, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Kepolisian Daerah Sultra, dan Kejaksaan Tinggi Sultra terlihat tidak berdaya dan bingung dalam menindak kasus ini.
Sementara itu, dalam kasus lain yang melibatkan PT PJP yang melakukan pertambangan ilegal di wilayah IUP Operasi Produksi (OP) PT ANTAM Tbk di Desa Morombo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara, penegakan hukum terlihat berbeda.
Bahkan, proses hukum terhadap PT PJP telah berjalan dan vonis telah dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri (PN) Unaaha beberapa waktu lalu.
Direktur PT PJP, Jhon Putra, dan rekannya didakwa melanggar Pasal 158 juncto Pasal 35 UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP atau Pasal 158 juncto Pasal 35 UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara juncto Pasal 56 ayat 1 KUHP.
Muncul pertanyaan yang mengganggu: apakah ketidakmampuan Pemerintah Kota Kendari, Pemerintah Provinsi Sultra, Kepolisian Daerah Sultra, dan Kejaksaan Tinggi Sultra disebabkan oleh kepentingan ataukah memang sengaja dilindungi? Perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum antara kasus PT PJP dan PT NET menimbulkan keraguan terhadap komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan.
Atas permasalahan serius ini, pakar hukum terkemuka, Dr. La Sensu, S.H., M.H, memberikan pernyataan yang menyoroti kegagalan Pemerintah Kota Kendari.
Menurut Dr. La Sensu, PT NET tidak memiliki izin yang diperlukan, sehingga proses hukum harus berjalan karena kasus ini telah melibatkan tindak pidana.
Ia menekankan bahwa meskipun Pemerintah Kota Kendari telah mengusulkan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), catatan dari pemerintah pusat menegaskan bahwa aktivitas penambangan pasir Nambo oleh korporasi tersebut melanggar hukum dan harus dipandang sebagai tindak pidana.
Dr. La Sensu, yang merupakan dosen di Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, juga menyoroti kegagalan Pemerintah Kota Kendari yang membiarkan aktivitas penambangan pasir Nambo berlanjut tanpa tindakan tegas.
Dia menegaskan bahwa pelanggaran ini terjadi karena belum ada hasil revisi RTRW yang memperjelas ketentuan terkait penambangan pasir di wilayah tersebut.
“Kasus penambangan pasir ilegal di Kelurahan Nambo, Kendari, telah menyorot ketidakmampuan pemerintah dan penegak hukum dalam menindak pelanggaran,” tegasnya.
Kritik dan pertanyaan publik semakin meningkat terhadap komitmen dan ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan.
Masyarakat berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan yang tegas dan melaksanakan proses hukum yang adil, demi menjaga keadilan dan keberlanjutan lingkungan hidup. (Red)